Minggu, 08 April 2012

Cerpen Galau Part 1

REPLIKA CINTA SANG PENDUSTA
Oleh : Tika Ayu Triana Lestari

Panas nya kelas membuat aku ingin selalu mengipasi badan ku. Dari belakang terdengar langkah kaki, yang menurut ku semakin dekat ke arah ku. “Ri, pr bahasa Inggris mu udah?” tanya sosok lelaki yang berdiri tegap di samping bangku ku. Aku menatapnya sejenak lalu ku jawab pertanyaan nya dengan sedikit gugup “e,,e,,anu,,e dah selesai kok.” lalu aku berbalik bertanya padanya untuk menghilangkan rasa gerogi ku “Emang kenapa? Hayo,,mau nyontek ya?”. “kok tau”, dia menjawabnya dengan malu. Tanpa pikir panjang ku beri kan buku tulis bahasa Inggris ku padanya, aku tau ini tindakan yang salah tapi aku tak bisa mengontrol keinginan ku untuk baik padanya. Ini semua karna aku menyukai nya, iya menyukai Putra Arbiansyah, itu lah namanya.



Ku seret langkah kaki ku menuju kelas, seolah ku tak ingin bersekolah di hari rabu ini. Aku menggerutu dalam hati, “Heh! Kok ya bisa ketinggalan itu baju olahraga, kena poin aku ini!”. Sesampainya di kelas, aku seperti melihat penjual dan pembeli di pasar. Ada yang berucap “aku liat nomor 1 ya, kamu nanti liat aja punya ku yang nomor 5”. Ada yang berkelahi tentang pr, “Hari ini tu gak ada pr kimia yang ada pr fisika!”. Hal ini menambah keruwetan dalam pikiran ku. Aku duduk di bangku sambil memasang raut wajah lesu, masih memikirkan bagaimana nasib ku di jam pelajaran olahraga nanti. Putra menghampiri ku, “Aku liat pr fisika mu”, aku melihat matanya yang berseri dengan perasaan jengkel,”Ni orang, di rumah yang dikerjain apa aja sih. Pr gini doang gak selesai!”. Aku berdiri dari bangku ku berniat  mengacuhkannya, belum sempat aku melaksanakan niat ku, dia menggeret lengan baju ku sembari memohon,”Riana, tolong aku. Kali ini saja”. Muka melas nya membuat aku tunduk, aku menghela nafas lalu berkata,”Ambil ditas ku”. Putra kelihatan senang, seperti diberi hadiah saat tahun baru. Sejak aku menyukainya, aku beranggapan bahwa sebagian hidup dia adalah tanggung jawabku. Ntah mengapa aku bisa berpikiran seperti ini.



Ini ujian tengah semester ku yang pertama di SMA ini. Perasaan tegang, takut dan penasaran menyelimuti diriku. Tapi UTS kali ini membuat aku dan Putra semakin dekat karena dia sekelas dengan ku tepat nya dia duduk di depan ku. Kami belajar bersama sebelum bel tanda masuk berbunyi. Ada seseorang yang memukul pundak ku, “Riana!” yang tak lain adalah sahabat ku Rahma. “oalah, kamu to Ma, ku kira siapa, Risa dan Risna mana? Kamu gak bereng mereka?” tanya ku. “Enggak, habisnya mereka kalau berangkat siang-siang sih” jawab Rahma segera. “Putra lagi belajar apa? Rahma boleh ikut gak?”, sapa Rahma kepada Putra. Itu lah Rahma, dia selalu ingin tau apa yang orang lain kerjakan. Aku mengenal Rahma sejak aku SD, dia anak yang manja dan suka bertindak seenaknya  tetapi ya itulah Rahma, teman baik ku.


Aku melihat telfon genggam ku yang dari tadi berdering, ternyata ada empat pesan yang belum ku baca. Ku perhatikan daftarnya ada Risa, Risna, Rahma dan nama terakhir membuat mata ku terbelalak. “Putra, ini pesan dari Putra Arbiansyah”, ucapku dalam hati. Aku lekas membacanya, isi pesanya “Malam Riana, ada yang ingin aku tanya kan pada mu”. Aku cepat-cepat membalas nya, “Malam juga Putra, memang nya kamu mau tanya apa?”. Sepuluh menit sudah aku menunggu balasan pesan singkat dari Putra, hingga lewat tiga puluh menit dan aku pun ketiduran.
Alarm ku berbunyi keras sekali membuat ku terbangun dari tidur ku yang nyenyak. “huahem,,, Putra”, tanpa sadar aku menyebut nama nya setelah menguap. Aku bergegas mandi lalu berangkat ke sekolah.
Ketika aku sampai di sekolah ku lihat Rahma dan Putra berjalan bersama, ku hampiri mereka. “hey!” sapa sambil menepuk pundak mereka berdua. Rahma terlihat kaget, dia langsung menjauh dari Putra. “Maaf ya tidak membalas sms mu semalam.” Ucap Putra pada ku. “Ah, gak pa-pa kok” balas ku. Kami bertiga berjalan bersama menuju kelas. Belum sempat aku meletakkan sepatu ku di rak sepatu, Risna menarik ku menjauh dari kelas. “Kamu tidak curiga dengan kedekatan Putra dan Rahma!”, bisik Risna kepada ku. “Gak, memang nya apa yang perlu dicurigai?” tanya ku. “o,,tidak, tidak jadi!” Risna menjawab dengan gugup.


Rasa penasaran masih menggelayuti pikiran ku. Aku pulang ke rumah dengan perasaan tak nyaman. Ucapan Risna benar-benar mempengaruhi ku. Sesampai nya di rumah, aku langsung menuju kamar. Aku terus mengeluarkan prasangka buruk ku tentang Rahma dan Putra. Ku pejam kan mata ku perlahan tapi dering telfon genggam ku, memecah kan lamunan ku. Ku lihat telfon genggam ku, ternyata ada pesan dari Putra, “Ri, kamu suka pada ku ya?”. Pesan singkat nya membuat jantung ku berdegup kencang, aku tak menyangka Putra mengirimkan pesan seperti ini. Aku bingung harus membalas apa, ini adalah hal yang sangat membuat ku syok. Ku ketik balasan ku dengan perlahan, “ iya, emang nya kenapa?”. Tidak tau kenapa, aku merasa balasan pesan singkat dari Putra begitu cepat, “ha,,ha, gak pa-pa kok. Kalau jodoh gak akan kemana”. Aku tak berani membalas pesan singkat darinya.


Tidak terasa enam bulan sudah aku bersekolah di SMA ini. Dan saat nya libur semester. Aku berlibur bersama keluarga ku ke Jakarta. Sebelum berangkat aku berpamitan pada Putra, “Putra, aku pergi dulu ya, doa kan aku selamat sampai tempat tujuan”. Dia membalas nya dengat kata-kata yang membuat aku serasa melambung di udara, “iya, jangan lupa makan ya, jangan lupa tidur dan jangan lupa mikirin aku”. Selang beberapa lama Rahma mengirimkan pesan singkat pada ku,”Gimana kamu sama Putra?”. Ku balas dengan tulisan,”gak gimana- gimana”.
Selesai berlibur aku dan teman-teman mengikuti kunjungan kampus ke Yogyakarta. Semua berangkat dengan perasaan senang. Ini untuk kedua kalinya aku melihat Putra dan Rahma sedang berdua, mereka berfoto terlebih dahulu sebelum berangkat. Pikiran curiga sempat terlintas di benak ku namun aku langsung mengusir nya.


Seperti tersambar petir di siang bolong. Aku di beri tahu teman ku yaitu Risa dan Wina bahwa Putra sudah lama berpacaran dengan Rahma. Rasanya seluruh darah ku mengalir ke ubun-ubun. Aku ingin berteriak sekencang-kecang nya meluapkan amarah ku.
Ku lihat mata Rahma, dia terlihat gugup dan bingung. “Aku tidak masalah kamu bersamanya, tapi kenapa harus bohong, kenapa harus disembunykan” tanya ku perlahan. Agak lama dia menjawab pertanyaan ku “Aku tidak bermaksud, menghianati mu. Aku takut kamu marah pada ku”.
Aku kira masalah ini sudah kelar, ternyata tidak. Keadaan kelas semakin tak kondusif. Seperti terbelah menjadi dua kubu. Aku tak menyangka akan seruwet ini. Aku tidak pernah menyuruh teman-teman ku untuk memusuhi Rahma dan Putra. Namun Rahma menghasut Tuti dan Tari. Aku heran sebenarnya disini siapa yang jadi korban dan siapa yang jadi tersangka. Rahma yang cantik dan manis seketika  berubah menjadi jahat dan keji. Perempuan manja ini menusuk kan sebuah pisau di punggungku. Aku seperti tak mengenali sosok dirinya lagi. Putra yang ku pikir berani, dewasa dan jujur, ternyata tak lebih dari seorang pendusta besar. Mereka merobohkan tembok kepercayaan dan kasih sayang yang ku buat dengan susah payah. Aku menghela nafas dan memantabkan batin ku,”Sebelum ada mereka hidup ku baik-baik saja, jadi sekarang tanpa ada mereka pun aku akan baik-baik saja”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar